Selasa, 27 Oktober 2015

Kendaraan Super Tradisional

Kawan, Pagi itu langit cerah-cerah saja. Tak sedikitpun terlihat tanda-tanda akan turunnya hujan. Bagaimana mungkin hujan akan turun, jika matahari saja tidak pernah sembunyi dibalik mendung. Awan-gemawan berarakan tipis di antara semburat sinar mentari pagi. Burung-burung mencicit didahan-dahan yang telah mengering tak berdaun.

Jalanan beraspal sejauh mata memandang didampingi oleh lahan-lahan yang tengah mengering. Sehingga pemandangan keseluruhan adalah warna cokelat tandus. Rumput, daun, serta bekas ladang jagung pun demikian, mereka terlihat kehausan.

Kawan ini adalah kemarau. Jadi tak usah khawatir jika banyak makhluk yang merintih merindukan air.

Pemandangan serta suasana kemarau di minggu pagi itu telah lunas membuatku terkesima. Aroma anginnya, semburat mentarinya, serta kelepak burung diantara awan berarakan.

Aku tak pernah manyangka sebelumnya, akan bertemu untuk kedua kalinya dengan kendaraan super tradisional yang tak pernah dapat ketemui di sorot stasiun televisi. Iya ini untuk kedua kalinya, dulu di waktu musim penghujan aku pernah melihatnya, hanya sebatas melihat. Tapi pagi itu takdir seolah berbaik hati. Aku mendapat kesempatan untuk menaiki kendaraan super tradisional yang ditarik oleh dua ekor sapi, meskipun hanya sebatas naik dan berfoto saja.

Kata ibunya temanku, kendaraan itu bernama Cikrak, dan masih ada di bumi Lamongan, sebelah utara agak menjorok kedalam. Jika berminat marilah kita naik bersama-sama kawan!

Minggu, 18 Oktober 2015

Riset Dalam Novel

Menulis novel harus hidup. Hidup disini yang saya maksud, setiap kejadian harus ada gambaran seutuhnya. Entah itu gambaran perasaan si tokoh. Atau gambaran lingkungan sekitar yang mempengaruhi perasaan tokoh tadi.

Dalam menulis novel tidak seluruhnya semua itu adalah hasil imajinasi. Tapi harus ada sebuah riset yang menyatakan kebenaran tentang suatu kejadian. Riset adalah hal yang teramat penting untuk kesempurnaan novel.

Misalnya untuk menggambarkan suatu kejadian. Ada suatu tokoh yang tengah marah. Untuk memperkuat kejadian itu, maka riset yang kita butuhkan adalah mengenai sifat-sifat orang marah, apa saja kebiasaan orang marah, jika perlu kita bisa menambahkan teori-teori dari ilmuan tersohor tentang sifat marah tadi.

Sabtu, 17 Oktober 2015

Coming Soon "Ilalang di Kemarau Panjang"

Dulu saya pernah mendengar ada seorang kawan yang mengatakan bahwa buku cerita atau terkhusus novel adalah buku yang sama sekali tidak berguna. Memang pada dasarnya dia tak mempunyai jiwa pembaca yang baik. Menyikapi hal tersebut saya hanya tersenyum simpul. Kiranya saya tak perlu banyak bicara pada orang yang demikian.

Dan beberapa saat yang lalu saya mendengarkan, sebuah cerita dari kawan saya--Seorang laki-laki 20 an tahun--mengatakan bahwa baru saja Ia menangis usai membaca ending sebuah novel. Lantaran cerita dalam novel itu mampu membuatnya termotivasi untuk berbuat baik. Saya masih ingat wajah jujurnya yang menggebu-gebu seraya menceritakan pada saya tentang ending novel tersebut. Bahkan ketika Ia menceritakan  ending novel tersebut, kuliahat matanya masih berkilauan, penuh air mata. Dan yang saya lakukan, tidak lain hanya menjadi pendengar yang baik, sambil tersenyum simpul, persis seperti kejadian yang pertama.

Maka silahkan kawan menyimpulkan sendiri usai membaca kedua kisah tadi. Benarkah novel tidak bermanfaat? Dan mengapa saya hanya menyimpul senyum mendengar kedua kejadian tersebut?

***

Oleh karena itulah saya sangat berharap pembaca mendapat banyak kebaikan-kebaikan yang  saya selipkan dalam novel pertama saya. Niat saya tidak muluk-muluk hanya ingin menabur kebaikan. Dan saya amat senang sekali jika ada yang berkenan membacanya. Semoga apa yang tertulis didalamnya mampu memberikan kebaikan-kebaikan untuk para pembaca.

ComingSoon "Ilalang di Kemarau Panjang"

Coming Soon "Ilalang di Kemarau Panjang"

Dulu saya pernah mendengar ada seorang kawan yang mengatakan bahwa buku cerita atau terkhusus novel adalah buku yang sama sekali tidak berguna. Memang pada dasarnya dia tak mempunyai jiwa pembaca yang baik. Menyikapi hal tersebut saya hanya tersenyum simpul. Kiranya saya tak perlu banyak bicara pada orang yang demikian.

Dan beberapa saat yang lalu saya mendengarkan, sebuah cerita dari kawan saya--Seorang laki-laki 20 an tahun--mengatakan bahwa baru saja Ia menangis usai membaca ending sebuah novel. Lantaran cerita dalam novel itu mampu membuatnya termotivasi untuk berbuat baik. Saya masih ingat wajah jujurnya yang menggebu-gebu seraya menceritakan pada saya tentang ending novel tersebut. Bahkan ketika Ia menceritakan  ending novel tersebut, kuliahat matanya masih berkilauan, penuh air mata. Dan yang saya lakukan, tidak lain hanya menjadi pendengar yang baik, sambil tersenyum simpul, persis seperti kejadian yang pertama.

Maka silahkan kawan menyimpulkan sendiri usai membaca kedua kisah tadi. Benarkah novel tidak bermanfaat? Dan mengapa saya hanya menyimpul senyum mendengar kedua kejadian tersebut?

***

Oleh karena itulah saya sangat berharap pembaca mendapat banyak kebaikan-kebaikan yang  saya selipkan dalam novel pertama saya. Niat saya tidak muluk-muluk hanya ingin menabur kebaikan. Dan saya amat senang sekali jika ada yang berkenan membacanya. Semoga apa yang tertulis didalamnya mampu memberikan kebaikan-kebaikan untuk para pembaca.

ComingSoon "Ilalang di Kemarau Panjang"

Senin, 12 Oktober 2015

Tidak Ada Yang Paling Baik

Disuatu kampung yang tak perlu saya menyebutkan kampung mana itu. Ada orang yang senantiasa sholat lima waktu ke masjid. Ketika adzan berkumandang ia dengan segera memakai peci dan menyampirkan sarung dipundak. Lantas pergi menuju masjid, dimana adzan dikumandangkan itu.

Tapi di kampung itu, orang-orang tak menganggapnya sebagai orang saleh. Bahkan Ia terkenal sebagai orang yang picik perangainya. Dan amat dibenci oleh warga kampung. Di toko-toko, di jalanan, di warung kopi, di setiap sudut kampung banyak desas desus yang menggosipkan orang itu. Inti desas desus tadi tidak lain adalah perasaan geram warga terhadap tingkah laku orang tersebut.

Pasti yang terlintas dalam benak anda, kok bisa ya orang yang rajin sholat kok malah dibenci warga kampung. Apakah seluruh warga kampung itu non muslim? Tapi nyatanya bisa, dan seluruh warga kampung Alhamdulillah muslim semua. Lantas apa yang salah?

Ternyata ketika saya mendengar secara tidak sengaja dari desas-desus yang bertebaran sudut kampung. Tingkah laku orang itu amat jauh dari perkataan baik. Bahkan sering menyimpang dari nilai-nilai Islam. Seringkali Ia membohongi tetangganya sendiri, mengadu domba orang lain, mencuri barang orang dan masih banyak lagi. Lantas untuk apa Ia sholat? atau bagaimana Ia sholat? Padahal jika kita tahu fungsi sholat salah satunya untuk mencegah dari perbuatan mungkar.

Saya sempat tercengang, ketika telinga saya mendengar dari pembicaraan orang, bahwa orang itu sholat hanya untuk tameng, agar dianggap sebagai orang baik-baik. Naudzubillah, entah itu benar atau salah saya sendiri tak tahu. Tak pantaslah menggunakan sholat sebagai pelindung diri agar disebut sebagai orang baik-baik.

Saya rasa dalam kejadian di atas tak ada yang benar dan tak ada yang salah. Entah itu warga kampung, atau si orang tadi. Karena kedua-duanya tak mencerminkan sikap yang terpuji.

Dari si orang yang menggunakan sholat sebagai tameng dapat kita ambil pelajaran, bahwa bukanlah sholat semata yang menjadikan kita baik di mata orang. Tetapi lebih mengarah pada tingkah laku kita. Dari sini dapat kita ketahui mengapa negeri ini mendapat peringkat diatas seratus, mengenai negera Islami didunia. Lantaran nilai-nilai Islam tidak tertanam dalam tingkah laku penduduknya. Orang Islam adalah orang-orang yang menanamkan nilai-nilai keislaman dalam seluruh tingkah lakunya. Tak cukup hanya melaksanakan sholat atau hanya mengucap syahadat sudah bisa dikatakan Islam.

Yang kedua, pelajaran yang dapat kita ambil dari masyarakat yang suka menggunjing, kiranya tidak pantas kita menjelek-jelekkan orang. Jika itu yang kita kerjakan maka, kita juga tak lebih dari orang yang tak baik. Maka sepantasnya kita mendoakan si orang tadi agar segera kembali kejalan kebaikan, dan mendapat hidayah dari Allah. Biarlah sedikit kisah ini menjadi koreksi diri kita masing-masing. Tidak ada manusia yang paling baik. Yang ada hanya senantiasa berusaha semakin baik.[]

Sabtu, 03 Oktober 2015

Hak Tubuh Kita

Hebat sekali ketika hidup kita dipenuhi dengan impian-impian yang luar biasa. Disesaki dengan target-target yang nantinya harus tercapai tepat pada waktunya. Sehingga rasanya tiada waktu untuk rehat sejenak. Senantiasa bekerja dan bekerja seiring berjalannya waktu. Hingga rasanya tiada hari untuk beristirahat.

Saya acungi jempol ketika ada diantara kita orang seperti yang saya gambarkan barusan. Punya target hebat, punya tujuan hidup yang jelas, punya gairah yang hebat untuk mencapai goal-goalnya sendiri. Tidak menutup kemungkinan ada orang macam itu diantara kita. Bahkan mungkin anda yang sekarang tengah membaca tulisan kecil saya ini. Sekali lagi saya acungi jempol untuk anda.

Tapi saya yakin yang anda rasakan tiap hari adalah lelah, penat, bahkan mungkin gelisah lantaran tujuan anda masih belum tergapai-gapai. Seakan-akan ia hanya berjarak 5 cm didepan anda. Kelihatannya tinggal sedikit lagi, tinggal sedikit lagi impian saya akan tergapai. Kiranya seperti itu kalimat yang selalu terlintas dibenak anda.

Hingga yang terjadi kita senantiasa menggenjot usaha kita lebih keras lagi. Tapi apa daya, memang keinginan kita luar biasa tapi fisik kita sudah tidak kuat lagi. Lantaran sakit, lelah, penat telah memenuhi sekujur tubuh. Seolah kita telah lupa dengan hak tubuh kita. Alangkah zalimnya kita pada diri sendiri. Tak memberi waktu untuk rehat sejenak untuk fisik yang telah dianugerahkan tuhan pada kita.

Seringkali kita berlaku tidak adil. Jangan dulu bahas ketidakadilan kita pada orang lain, pada diri sendiri pun kita sering atau lupa tidak berlaku adil. Salah satu contohnya tidak memberikan jeda untuk istirahat pada fisik kita. Kita lupa bahwa istirahat pun merupakan hak untuk tubuh kita beristirahat.

Seringkali yang kita lihat pada orang-orang kantoran diluar sana tidak memberikan waktu istirahat untuk tubuh, lantaran tugas-tugas masih bertumpukan dimeja kerja. Ketika rasa kantuk mulai hinggap, ketika mata sudah tak lagi cerah, bawaanya mau terpejam saja. Dan biasanya disertai menguap sampai-sampai mata mengeluarkan air mata karena saking lelahnya tubuh kita. Tapi dengan perasaan tak bersalah sedikitpun kita meneguk secangkir kopi atau pil suplemen untuk menghilangkan rasa kantuk tadi, dengan semangat palsu yang menggebu-gebu.

Mengantuk atau semacamnya tadi, yang tak pernah kita sadari adalah merupakan pesan tersirat tubuh kita sebagai permintaan untuk rehat sejenak. Layaknya computer yang jika sering dipakai tanpa pernah di refresh pasti nantinya akan macet atau sedikit mengalami kerusakan. Begitu juga dengan tubuh kita.

Oleh karena itu tak baik rasanya jika kita tak memberikan hak pada tubuh untuk beristirahat. Allah begitu adil pada ciptaannya senantiasa memberikan apa yang dibutuhkan untuk makhluknya. Allah menciptakan air untuk penghilang dahaga, Allah mencipta makanan untuk menyingkirkan lapar. Begitu juga Allah menciptakan hari libur untuk rehat sejenak bagi makhluknya.(4/10)