Jumat, 11 Desember 2015

Cara Penerbitan Gramedia

GRAMEDIA PUBLISHER

Kami menerima naskah dari penulis untuk diterbitkan, bila naskah tersebut memenuhi standar penerbitan.

KETENTUAN UMUM:

1. Tebal naskah 100 s.d. 200 halaman.
2. Untuk buku anak, lengkapi dengan contoh ilustrasi dan konsep cerita, terutama untuk buku berseri.
3. Ukuran font 12pt, dengan spasi 1,5.
4. Tema naskah bebas, tidak menyinggung SARA dan tidak vulgar.

PILIH SALAH SATU CARA PENGIRIMAN NASKAH DI BAWAH INI:

Printout:

1. Ukuran kertas A4 atau folio.
2. Naskah sudah dijilid.
3. Sertakan ringkasan cerita/sinopsis.
4. Sertakan data diri singkat (nama, alamat, nomor telepon, alamat e-mail).
5. Setelah naskah masuk akan dipertimbangkan oleh tim editor paling lambat 3 bulan. Naskah yang tidak lolos seleksi tidak akan dikembalikan dan akan dimusnahkan.
6. Untuk memudahkan proses seleksi/pengategorian, cantumkan jenis naskah di sudut kiri atas, seperti:-Fiksi-Nonfiksi-Remaja-Dewasa-dll.

E-mail:Kirimkan naskah dan data diri melalui e-mail ke fiksi@gramediapublishers.com atau nonfiksi@gramediapublishers.com dengan subject Naskah: JUDUL.

Gramedia Writing Project:

Buat akun di situs resmi Gramedia Writing Project, lalu unggah sebagian naskah dan sinopsis.
________________________________________

Kami tidak memungut bayaran apa pun dari penulis.

Untuk keterangan lebih lanjut, hubungi Redaksi Gramedia Pustaka Utama 53650110 ext. 3511/3512 atau via e-mail: fiksi@gramediapublishers.com atau nonfiksi@gramediapublishers.com

Salam pekaweh ☺

Jumat, 04 Desember 2015

Berpolitik, Baik atau Buruk?

Dalam bukunya yang di tulis Hanum Salsabila Rais. Ia mengatakan bahwa politik adalah perkara yang identik dengan keburukan. Oleh karena itu Ia khawatir ketika pertama kali ayahnya, Amien Rais bergumul dengan politik. Yang pada waktu itu Pak Amien dan rekan-rekannya memutuskan untuk membentuk partai sendiri yang dinamai Partai Amanat Nasional.

Kiranya kekhawatiran Hanum akan kejelekan politik sama halnya dengan anggapanku tentang politik yang tiada bagus-bagusnya dimataku. Sebab ditelevisi, dikoran,  serta dimedia-media lainnya kerapkali memuat tentang kejelekan para politikus itu. Entah itu kasus korupsi, penggelapan dana, kasus suap, serta ribuan kasus lainnya yang amat miris untuk didengarkan.

Sehingga pada malam itu ketika saya tengah menjadi peserta Darul Arqom Dasar. Seluruh prasangka buruk mengenai dunia perpolitikan menyelimuti benak ibarat kabut tebal. Selanjutnya diam-diam saya simpulkan bahwa politik adalah disiplin ilmu yang tak membawa kearah kemaslahatan. Lebih condong pada ranah yang merusak. Sehingga kesan manusia sebagai khalifah dibumi pun bisa jadi tercoreng jika saya mempelajarinya secara mendalam.

Dugaan tersebut makin dikuatkan ketika seorang teman bercerita pada saya. Bahwa usai mempelajari ilmu politik tersebut. Ia serta merta bisa melihat tabiat setiap orang, dapat melihat pergerakan seseorang. Apa yang akan dilakukan serta mau kemana Ia akan melangkah. Yang kesemua itu saya anggap sebagai sebuah prasangka buruk. Sehingga dalam benak kawanku itu Ia selalu mengkritisi setiap tindakan orang disekitarnya. Apakah ada kepentingan-kepentingan yang terselubung?

Namun disatu sisi saya dilema atas kejadian yang tengah saya alami. Disatu sisi saya takut akan terjerat kejelekan-kejelakan dalam berpolitik. Disatu sisi saya pun membutuhkan ilmu tersebut agar tidak mudah dibodohi orang.

Dan kedilemaan saya lunas sudah diluluhlantahkan oleh sebuah buku yang ditulis Hanum. Dalam buku yang berjudul 'Menapak Jejak Amien Rais'. Disitu Pak Amien mengatakan bahwa hanya dengan politiklah alat untuk merubah bangsa. Beliau mengibaratkan politik sebagai sebuah alat. Maka tidak ada yang salah dengan politik. Yang salah adalah orang yang menggunakannnya.

Ibarat korek api, jika digunakan dengan tepat akan membawa kemaslahatan. Seperti digukan untuk memasak, menyalakan lilin. Sebaliknya jika salah menggunakan, akibatnya akan fatal meskipun itu hanya sebatang. jelaslah sudah bahwa seluruh ilmu itu baik, termasuk ilmubpoitik. Sekali lagi tergantung yang menggunakannya. Tergantung dasar niatan orang yang menggunakannya.(5/12)

Rabu, 02 Desember 2015

Perpusnas

keanggotaan.pnri.go.id
e-resources.perpusnas.go.id

15120300518/hw1350

Jalan Pilihan

Tidak selalu jalan yang telah kita pilih adalah jalan yang lurus dan tidak bergelombang. Kita amat tidak tahu apa yang akan terjadi satu atau dua kilometer didepan sana. Entah itu jalan menanjak, atau curam. Entah itu jalan berliku atau bergelombang.

Begitu juga dengan pilihan hidup kita. Kita selalu menatap kebaikan-kebaikan yang akan didapat kelak tatkala sudah berhasil. Tanpa pernah menyadari adanya kesulitan-kesulitan yang harus dilewati dengan jantan. Dalam banyak kasus banyak yang berbalik dan lari, tak sanggup menaklukkan kesulitan-kesulitan tersebut.

Seperti halnya jalan tadi. Yakinlah dengan jalan yang telah dipilih. Anggap saja jalan yang terjal, curam, berliku, serta bergelombang adalah suatu proses dalam pencapaian tersebut. (3/12)