Kamis, 28 Juli 2016

Konsep Awal Rumaksara (Rumah Aksara)

Sebagaimana yang kita tahu dalam Al-Quran bahwa kita sebagai umat muslim patutnya senantiasa berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabiqul qairat). Berbicara tentang kebaikan rasanya didunia ini amat banyak macamnya, barangkali itu berbanding lurus dengan macam-macam keburukan di dunia.

Kurang lebih saya terinspirasi dari kalimat tersebut ketika hendak membuat sebuah wadah perkumpulan bagi teman-teman atau anak-anak kecil didusun saya.

Pada tanggal 25 Juli 2016 kemarin, proyek yang sebenarnya sudah sekitar satu setengahan tahun hanya mengendap sebagai ide, akhirnya dapat terealisasi. Rumaksara kependekan dari Rumah Aksara sudah mulai kami kerjakan sedikit demi sedikit.

Di Rumaksara sekarang baru terkumpul sekitar 50 eksemplar buku, buku-buku itu pun kami dapat dari mengumpulkan berbagai macam buku yang saya punyai. Dan dua hari kemudian teman saya yang bernama Eko Dwi, berkenan menghibahkan buku-buku yang ia miliki dirumahnya.

Sebelumnya kami mengusung konsep Perpustakaan Dusun dalam Rumaksara yang kami dirikan itu, namun ketika telah berjalan beberapa hari. Kami ingin Rumaksara menjadi wadah yang multufungsi, sebagai sumber wawasan, sebagai tempat berdiskusi, bersosialisasi, dan berbagai aktivitas positif lainnya. Seperti misalnya dua malam terakhir, di Rumaksara kami adakan kegiatan belajar bersama.

Saya dan teman-teman selalu berharap agar generasi selanjutnya lebih baik dan lebih baik lagi. Semoga dengan adanya Rumaksara ini Allah meridhoi niat baik kami.

Kamis, 21 Juli 2016

Jam Dinding

Didalam sunyi terkandung puisi
Didalam rahim tertanam nyawa
Diantara kita akan terlahir cinta.

Jam dinding dibelakangku
Yang membisikkannya
Padaku. (22/6)

Sabtu, 16 Juli 2016

Mitch

Mitch ... dulu tulisan-tulisanmu
Adalah laba-laba hitam
Yang mengerikan. Kudiamkan
Dirimu sendiri di rak buku
Paling ujung.

Barangkali dengan cara itu,
Tak ada tangan-tangan yang
Tersengat tulisan-tulisanmu
Yang berbau Yesus, Tuhan Bapa,
Dan semacamnya.

Mitch ... dulu aku ingin menjualmu
Dengan harga semurah Rupiah
Atau menimbunmu bersama tumpukan sampah
Dibelakang rumah.

Seperti yang kita tahu
Jam dinding terus berdetak
... dan benci menjelma kasih

Tanganku meraih kesabaranmu
Menunggu, di ujung rak buku.
Have A Little Faith mu,
Ku baca setiap senggang waktuku.

Ternyata kita punya kemiripan
Sama-sama mencintai sastra
Dan kecantikan kata-kata.(16/7)

__sebagai bentuk apresiasi untuk Mitch Albom.

Jumat, 15 Juli 2016

Menutup Mata

Aku mencarimu di sepanjang jalan Solo
Orang-orang menanggapku gila
Aku tidak peduli

Aku membaca koran, katanya
Engaku di Mangkunegaran, duduk senditian
Aku sudah sampai, penjual koran itu
Berkata, jangan percaya berita di koran

Lantas? Tanyaku dalam hati
Percaya hanya pada-Nya, Nak!
Penjual koran menjawab lewat mimpi.

Kemudian iri merambat di dadaku
Melihat bendera dan tiang bersama
Melihat aspal dan sepatu bercumbu
Melihat langit dan awan mesra
Aku menutup mata. Saja. (15/7)

Rabu, 13 Juli 2016

Pemimpin yang Al Khidmah

Pemimpin adalah al khidmah (pelayan) bagi rakyatnya. Pasti kebanyakan dari kita tidak akan setuju dengan pernyataan tersebut. Apalagi kita yang sedang menyandang gelar sebagai seorang pemimpin. Entah itu Presiden, Gubernur, Rektor, Kepala Sekolah, Kepala desa, Ketua Ormas, dan lain-lainnya. Sepertinya tidak setuju dengan pernyataan bahwa pemimpin adalah al khidmah.

Mana mungkin ada seorang pemimpin yang mau menjadi pelayan. Kalaupun mau, Lantas apa gunanya menteri-menteri atau orang-orang yang jabatannya berada di bawah pemimpin. Apa mereka hanya duduk saja menikmati jabatannya saja. Sehingga yang bekerja hanyalah pemimpinnya. Saya mulanya beranggapan demikian ketika mendapati sebuah artikel yang mengatakan statement tersebut, sebelum tuntas membacanya.

Kemarin siang (13/7) ketika saya berkesempatan untuk mengikuti muktamar Hizbul Wathan ke-3 sebagai penggembira. Yang acara itu diadakan di Solo, saya lantas teringat akan artikel yang dulu pernah saya baca dari sebuah majalah.

Beliau adalah seorang yang sederhana. Sedikitpun tak terlihat sifat congkak apalagi pongah tertanam di guratan wajahnya. Tutur katanya pun lembut, menyejukkan, dan tak ada nada-nada yang sekiranya membuat hati terluka ketika bercakap-cakap dengan Beliau. Wajahnya pun enak dipandang. Bukan karena ketampanan wajah ataupun yang lainnya, yang mirip artis yang tampan-tampan di televisi itu. Namun lebih kerena ketampanan akhlak beliau, sehingga setiap kali memandang wajahnya hati serasa di siram air sumur di pagi hari, aku yakin kalian pun tahu betapa dinginnya air sumur dipagi hari.

Pada mulanya kita berangkat bersama rombongan menggunakan dua bus besar yang berangkat dari Lamongan ke Solo. Sehingga bisa di taksir peserta yang ikut sekitar seratusan orang lebih. Ada anak-anak usia SMP, usia SMA, Mahasiswa, dan sisanya adalah orang-orang dewasa yang sudah menikah.

Siang itu ketika seluruh kegiatan telah usai. Orang-orang yang termasuk dalam rombongan, kembali menuju busnya masing-masing dalam kondisi yang lelah dan perut lapar sebab sejak pagi belum terisi makanan. Dan ketika giliran saya sampai di bus yang saya tumpangi ketika berangkat. Hati saya terenyuh mendapati Beliau sudah berada di bus lebih dahulu, dan tengah membagi-bagikan sebungkus nasi pada setiap orang yang sudah tiba. Ditambah lagi beliau memanggil kami satu persatu tanpa lupa dangan nama kami. Itu menunjukkan kepedulian beliau terhadap orang-orang yang berada disekitarnya. Hafal setiap nama sudah merupakan bentuk perhatian orang lain terhadap kita.

Sebagaimana kita sendiri amat senang ketika nama kita dipanggil seseorang. Apalagi seseorang yang memanggil kita adalah orang-orang yang terpandang. Seolah-olah kita merasa orang itu diam-diam memperhatikan kita.

Kiranya banyak sekali pelajaran yang dapat diambil dari Beliau. Ramanda Rokhim, begitu orang-orang disekitar beliau memanggil namanya. Selalu tercipta suasana kekeluargaan yang tenteram, damai dan harmonis ketika berada didekatnya.

Itulah pemimpin yang al khidmah, pemimpin yang peduli terhadap orang disekitarnya sehingga orang-orang pun nyaman serta betah berlama-lama berada disampingnya. Begitulah contoh pemimpin yang al khidmah bukan serta merta menjadi pelayan dalam artian babu ataupun budak, kasarnya. Melainkan adalah pemimpin yang mau berkorban, mengerti, dan siap mendedikasikan dirinya untuk orang lain.

Seperti kata Kahlil Gibran, pemberian yang sesungguhnya ialah manakala engkau mampu memberikan dirimu untuk orang lain. Kurang lebih seperti itu, jika ditilik lebih dalam pernyataan Kahlil Gibran tersebut juga mengacu pada pernyataan bahwa pemimpin merupakan al khidmah.

Pemimpin yang seperti itu tak akan di rendahkan orang. Malahan ia akan mendapatkan tempat tersendiri di hati orang-orang yang ada di sekitarnya. Sekaligus mendapat tempat tersendiri di hadapan Yang Maha Menciptakan.

Sabtu, 09 Juli 2016

Rumus Jodoh dan Surga di Pinggir Jalan

Aku percaya pada keajaiban
Ku harap kau pun sama.

Rumus yang kita pegang adalah:
Doa + Ikhtiar = Takdir (Berjodoh)

Sudahlah kekasih cukup itu,
Yakinlah nanti kita akan bertemu disurga.

Sebab dimanapun kita bersama, itulah surga.
Juga warung minum pinggir jalan
Tempo hari.

Desaku, 9 Juli 2016

__ku tulis semata-mata akibat buku kumpulan Puisi-puisi Cinta (W.S. Rendra)

Kamis, 07 Juli 2016

Pengakuan Arwah & Doa

Sebelum aku berbicara jauh soal arwah dan doa?

Ada baiknya aku meminta maaf dulu,
Maaf ya kawan!

Sekarang akan kumulai.

Orang-orang suka memainkanku
Seperti anak perempuan memainkan bonekanya.
Aku dibawa ke masjid,
Dibawa ketika genting,
Juga dibawa ke makam,
Katanya aku adalah bahasa yang pantas
Untuk bercakap-cakap dengan Tuhan: aku sebagai doa.

Orang-orang tak suka memainkanku,
Malah aku yang memainkan mereka.
Katanya aku adalah hadiah dari Tuhan.
Gara-gara ulahku mereka mengenal mati.
Aku yang menggunakanmu untuk bercakap-cakap
Dengan Tuhan: aku sebagai arwah.

Entah sejak kapan kita telah menjadi teman.(6/7)

Senin, 04 Juli 2016

Ketapang-Ketapang Teduh

Ternyata namamu tak serumit
Sajak yang ditulis Chairil
Juga tak serumit kisah cinta Sabari

Dari balik jendela lantai tiga,
Aku memandangimu diam-diam.
Kau anggun berdiri setiap
Pagi dan petang tak peduli terik atau hujan datang.

Tanda tanya besar berdengung dikepalaku
Siapakah namamu?

Aku berkelana naik perahu kepulau seberang.
Kata orang disana ada petujunjuk nama mu.
Namun disana hanya ada nisan-nisan kusam yang menancap
Di antara bau-bau anyir.

Berita-berita tentang namamu tak kudapati,
Kemudian aku pulang diusir sunyi.

Aku melihat seekor angsa di sampul buku puisi karangan orang Pontianak.
Dan sebuah lukisan pohon mirip dirimu, tempo hari

Kedua, lengan dan rambutmu yang lebar,
Hijau dan warna senja tertangkap kamera.
Juga dibuku puisi.

Ternyata namamu cukup sederhana:
Ketapang.
Pohon Ketapang yang teduh.(4/7)

__kutulis seperti janjiku dulu.

Aku Tak Bisa Menjadi Avatar

Sudah kubaca referensi tentang perempuan sepertimu.

Namun aku masih tak mengerti,
Lelaki seperti apakah yang kau ingini:

Lelaki angin kah?
Yang bisa mengajakmu terbang
Menyusuri bentangan awan-awan itu.

Lelaki bumi kah?
Yang bisa melunakkan tanah
Agar jika kau terjatuh kau tak pernah merasa sakit.

Lelaki air kah?
Yang berkawan laut dan samudra
Biar kau tahu cerita tentang dunia di dasar sana.

Atau, lelaki api kah?
Yang bisa mengeluarkan api dari ujung jarinya
Agar jika memasak kau tak lagi kesusahan

Atau mungkin kau ingin semuanya.

Maka maaf kekasih, Aku tak bisa menjadi Avatar.(3/7)

Sabtu, 02 Juli 2016

Waktu

Kau adalah lembar-lembar yang sempat kupisahkan, untuk kujual ke para pedagang dengan harga murah.

Berapa harganya bang? Ibu penjual kopi bertanya.

Ganti dengan segelas kopi saja bu. Jawabku santai.

Puluhan tahun kemudian, aku menjadi orang paling menyesal didunia. Manuskrip itu dilelang dengan harga setinggi tiang bendera.

Waktu: jendela rahasia yang mengubah sesuatu.(2/7)

Jumat, 01 Juli 2016

Kenapa Harus Menulis?

Sore itu terpaksa saya tidak pulang lagi. Dua hari telah hilang untuk bisa buka bersama keluarga dirumah. Seorang teman yang kutemui dijalan memaksa saya ikut bersamanya untuk buka bersama tiga orang teman lainnya. Yang kesemuanya itu merupakan teman dekat.

Sesampainya di tempat tujaun. Kami mendapat tempat di atas. Lantai dua yang suasananya amat pas. Desau angin sore bertiup sepoi-sepoi seakan mengusir perasaan tak nyamanku barusan. Tikar-tikar di gelar dilantai, membentuk formasi U. Beberapa tikar telah di tempati anak-anak yang hendak mengadakan acara serupa kami, yakni buka bersama.

Aku memilih tempat di pojok. Suasananya nyaman bila melihat ke Kiblat, dibawah tampak jalan raya yang barusan kami lewati. Jalanan padat menjelang ramadhan akhir. Sambil menunggu orang yang paling krusial alias spesial kami bertiga duduk dan menulis menu makan yang hendak dipesan di kertas semacam nota. Dua teman perempuanku itu terlihat kebingungan memilih makanan.

Tak berapa lama orang yang kami tunggu-tunggu tiba juga. Ia memakai kacamata hitam, rambutnya rapi mengkilap efek dari minyak rambut pomade. Seperti biasanya memakai baju muslim lengan pendek berwarna putih. Dan celana khas pejabat atau orang kantoran, hanya saja dia memakai sandal sore itu. Dua teman perempuanku senyumnya mengembang. Terutama dalah seorang yang kupanggil Mbak. Laki-laki yang baru datang ini merupakan pacarnya. Tentulah wajar jika ia sumringah.

Setelah duduk bersama, kami saling bercanda. Laki-laki itu memang selalu bisa mendamaikan suasana. Membuat orang disekitar merasa tenteram, aman, nyaman. Dan kehadirannya selalu ditunggu-tunggu setiap orang, laki-laki itu adalah laki-laki yang selalu dirindukan kehadirannya-- salah satu ciri orang baik menurut kitab dari segala kitab yakni Al Qur'an.

Setelah duduk sekitar tigapuluhan menit, pesanan kami tak kunjung datang. Hingga cerita dari masing-masing kami hampir mengering. Nostalgia kami pun hampir habis untuk diceritakan. Tikar-tikar disekitar kami kini seluruhnya penuh. Pengunjung kian ramai berdatangan.

Dua teman perempuanku memutuskan untuk sholat dulu. Sementara ditempat tinggal aku dan lelaki itu, berdua saja. Tentunya seperti biasa, obrolansku selalu seputar buku.

"Setiao orang yang telah menjadi penulis punya tujaannya masing-masing. Asma Nadia misalnya, ia menulis karena katanya, 'jika kau yakin belum menggenggam pintu surga maka menulislah'. Sepertinya itu yang belum kita punyai.", Ujar laki-laki itu padaku malam itu.

Itu semacam pertanyaan yang amat sulit dan tak bisa ku jawab malam itu. Isi kepalaku seolah telah kuaduk namun tak kudapati jawabannya. Ini menjadi semacam PR dikepalaku dan harus lekas kujawab jika tak mau terterror. Jadilah pertanyaan itu semacam oleh-oleh tersendiri untukku.

Paginya aku teringat blog Bernard Batubara dan Eka Kurniawan yang kubaca kemarin sore. Mereka berdua adalah penulis kawakan yang bukunya telah beredar di toko-toko buku besar semacam Gramedia. Akupun memimpikannya, semoga kelak bukuku beredar disana pula. Bersanding buku-buku mereka.

Mereka berdua itu, senantiasa menuliskan apa saja diblog mereka. Tentang ulasan sebuah buku, cerpen, puisi, dan macam-macamnya. Aku benar-benar ketagihan membaca tulisan-tulisan mereka. Dan benar banyak ilmu yang kudapat dari membaca tulisan-tulisan mereka. Meskipun bagi sebagian orang itu sepele. Namun bagiku tidak.

Itulah jawabannya. Aku menulis karena aku ingin berbagi, aku menulis karena ingin menyampaikan, serta sebagai amal jariyah, ilmu yang bermanfaat. Setiap tulisan akan dirasakan beda pada tiap pembacanya. Ada orang yang suka juga ada orang yang tidak suka. Menurutku itu wajar-wajar saja. Namun yang jarang kita ketahui dari banyak yang tidak suka tulisan kita selalu ada orang suka. Itulah tujauan yang sebenarnya. Untuk berbagi dan untuk memberi.

Sebagaimana layaknya orang baik kita senantiasa dituntut untuk banyak memberi dan banyak berbagi. Dari tulisan-tulisan itulah saya memberi pada para pembaca. Dan selalu berdoa semoga Allah memberi manfaat pada tulisan-tulisan saya yang jauh dari sempurna itu.

Bulan dan Kekasihmu

Bulan baik, ia mendinginkan cahaya Matahari,
Lalu menaburkan ke Bumi
Untuk kalian yang sendiri
Di malam yang sunyi.

Ia mengerti tungku api didadamu
Sedang bekerja,
Maka Bulan jadi baik.
Ingin menemanimu dengan kelembutan sinarnya.

Ia bisa jadi apa saja, jadi sabit.
Jika kau ingin membunuh pacar kekasihmu.
Ia juga paham jika kau ingin diperhatikan,
Bulan akan penuh, mirip mata kekasihmu.

Tapi kadang kau begitu tega,
Membawa kekasih kalian ke hutan.
Dan menginginkan Bulan pergi malam itu,
Maka Bulan pun mengerti, ia akan bermain kerumah Awan.

Meninggalkan kalian di hutan berduaan.

Caling, 2 Juni 2016