Minggu, 09 Oktober 2016

Ayu Utami: Saman

Narator membuka cerita ini ketika berada di New York. Mulanya saya tidak mengerti siapa yang sebenarnya menjadi Narator dalam Roman ini. Tapi karena sudah terlanjur, mau tidak mau saya lanjutkan membaca Saman dan tak terasa cerita telah habis.

Dihalaman-halaman awal bermulanya cerita ini, saya seolah sedang di ajak jalan-jalan di tengah hutan pada waktu malam yang gelap gulita tidak tahu mau di ajak kemana, sehingga yang saya rasakan agak gamang untuk melanjutkan membacanya. Namun ketika setitik cahaya mulai terlihat didepan sana langkah saya semakin cepat dan keinginan untuk menoleh kebelakang dengan serta merta sirna dari kepala saya bagai debu yang disapu topan.

Setitik cahaya itulah yang saya maksud dengan konflik cerita. Ketika konflik itu mulai tampak saya seakan-akan terseret oleh sesuatu yang menggoda barangkali seperti perempuan cantik. Saya tergoda untuk selalu membaca dan dengan segera ingin mengetahui bagaimana kelanjutan ceritanya.

Ketika membaca Saman ini, saya teringat dengan cerpen M Aan Mansyur yang berjudul Kukila. Saman dan Kukila mempunyai kemiripan dalam hal Narator. Keduanya diceritakan oleh lebih dari satu Narator. Di Saman barangkali ada empat Narator yang bercerita. Pertama Laila, kedua Shakuntala, ketiga Saman atau Wisanggeni, yang terakhir adalah Yasmin. Meski dibentuk oleh empat narator cerita ini tetap kokoh dan tidak terkesan acak-acakan. Barangkali statemen: dunia akan hancur jika ada lebih dari satu Tuhan yang berkuasa. Di Saman ada lebih dari satu tuhan (Tuhan yang saya maksud dalam sebuah cerita adalah Narator) dan cerita tetap kokoh malahan menjadi semakin menarik.

Dan akhirnya saya akan mengangguk setuju dan sama sekali tidak heran jika Roman ini mendapat anugrah Pemenang Sayembara Roman 1998 versi DKJ. Saya suka cara Ayu Utami beralih peran dari narator satu ke narator lain. Pada salah satu narator Ayu Utami juga memerankan menjadi narator laki-laki, saya rasa itu tidak mudah dan butuh riset bagaimana menjadi seorang laki-laki sementara ia sendiri adalah perempuan. tentu saja ini tidak bisa dianggap sepele barangkali butuh riset yang mendalam mengenai psikologis, pandangan, pola pikir seorang laki-laki. Entah bagaimana cara Ayu Utami melakukan hal ini. Namun paling tidak dari Ayu Utami saya belajar bagaimana membuat cerita dengan narator yang lebih dari satu.

Oke baiklah saya akan ceritakan sedikit jika teman-teman ingin mengetahui bagaimana isi dari Roman ini. Cerita ini dimulai ketika Laila, yang menjadi narator pertama bekerja di sebuah pertambangan yang beroperasi di tengah laut mengalami sebuah kecelakan besar. Disitulah pertama kali ia melihat Sihar, seorang laki-laki pekerja tambang yang telah memikat hatinya. Laila tertarik padanya meskipun ia tahu Sihar telah beristri. Dari Sihar pulalah kemudian Laila teringat akan seseorang yang pada waktu kecil telah membuatnya terkagum-kagum yakni, Saman.

Wisanggeni adalah nama yang dipakai sebelum menggunakan nama Saman. Wis kecil adalah seorang anak yang dibesarkan di sebuah kampung, ketika ia kecil ibunya hamil dan ketika usia kandungannya mencapai tujuh bulan tiba-tiba bayi yang berada dikandungan yang kelak akan menjadi adiknya jika lahir, entah mengapa pada suatu hari tiba-tiba menghilang janinnya hilang. Dan kejadian ini berlanjut selama tiga kali ibunya hamil. Pada kehamilan ketiga adik Wis telah lahir namun tidak lama adiknya meninggal. Semenjak itu Wis kecil mendengar suara-suara aneh yang suka berbeisik didekat tengkuknya. Namun ketika Wis menoleh ia tak mendapati apa-apa.

Dari situlah saya mulai menikmati cerita, ketika membaca saya tiba-tiba teringat dongeng ibu saya pada waktu kecil kejadiannya persis yang dialami Ibu Wis. Ada makhluk tak kasat mata yang suka mengambil janin yang berada di kandungan.

Wis percaya bahwa saudara-saudara itu tidak benar-benar mati, ia menganggap mereka masih ada. Dan suara-suara itulah yang kelak suka muncul saat Wis berada dalam keadaan genting. Kisah ini mengambil setting pada masa orde baru. Pada masa ia beranjak dewasa Wis memilih untuk untuk menjadi Pastur dan ingin di tugaskan di tempat yang jauh.

Di Perabumulih Wis menjalani hari-hari sebagai seorang pastur. Sebelum sebuah kejadian mengubahnya untuk menjadi seorang aktivis penyelamat petani karet. Mulanya gara-gara Upi seorang gadis perempuan yang sakit jiwa. Ia dipasung  dalam sebuah kandang bambu. Kemudian ia membangunkan kandang yang lebih layak. Setelahnya Wis memperbaiki kebu karet warga yang hampir punah.

Setelah mengetahui hal ini tragedi-tragedi mengangkang mulai bermunculan. Penculikan yang dilakukan oleh pemerintah. Adegan-adegan asmara dewasa. Serta masih banyak lagi. Kira-kira tidak cukup jika saya ceritakan disini. Jika masih penasaran langsung baca saja bukunya, dan silahkan nilai sendiri buku ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar