Kamis, 12 Mei 2016

Jendela-jendela Dunia

Yang teringat dibenak saya yakni ucapan guru-guru saya, mereka sering berujar agar kami, murid-muridnya gemar baca buku. Bacalah buku Nak, maka kalian akan membuka jendela-jendela dunia, ketika itu saya hanya manggut-manggut tak menghiraukan. Perkataan guru-guru saya itu hanya terlintas sejenak seketika itu hilang entah kemana. Mana ada jendela-jendela dunia didalam sebuah buku, pikir saya waktu itu.
Benar waktu itu saya hanya bocah yang gemar bermain dari pada belajar. Saya menyebut belajar, karena dulu persepsi saya orang membaca buku itu identik dengan orang yang tengah belajar untuk memperbaiki nilai buruk didalam raport-nya atau lebih dari pada itu, yakni ingin memperoleh rangking satu di dalam kelasnya. Anggapan macam itulah yang dulu membuat  saya mengalokasikan waktu mambaca buku hanya pada malam hari saja, usai sholat maghrib hingga menjelang sholat isya. Namun jika minggu-minggu ujian sekolah tiba waktu membaca buku bisa saya perpanjang hingga larut malam. Sampai-sampai mata saya memerah lantaran saya paksa memelototi teori-teori membingungkan dari ilmuan-ilmuan barat itu. jika sudah seperti ini, biasanya tulisan-tulisan yang saya baca sedikitpun tak ada yang menempel di kepala. Ibarat menulis di atas air, seketika itu di tulis seketika itu pula hilang tulisan kita.
Maka dari itulah, dulu saya membaca hanya pada waktu malam saja. Membaca seolah tuntutan bagi saya, sehingga penyakit tidak senang dengan buku atau alergi dengan buku melekat dalam batin saya, jika buku saja tidak suka apalagi perpustakaan. Dulu dalam mata saya perpustakaan tak ubahnya gua sunyi, pengap nan menyeramkan. Namun sekarang amat berbeda, seratus delapan puluh derajad perubahan itu. ketika saya berada dikampus, selalu berharap setiap harinya ada waktu luang meskipun hanya se-jam. Tak lain hanya agar dapat berkunjung keperpustakaan.
Mungkin kawan bertanya-tanya mengapa bisa terjadi? Apa lantaran saya kena tulah, entah mungkin saja, boleh jadi saya kena tulah. Maaf bukan macam itu sebenarnya. Dulu kenapa saya teramat membenci buku-buku mungkin karena saya belum siap membaca buku-buku berat macam buku pelajaran itu yang membuat kepala saya pening, namun dampaknya betul saya rasakan. Coba bayangkan meskipun membaca buku-buku pelajaran yang jujur, saya melakukannya dengan terpaksa saja, membuat saya jadi tanggap dengan pelajaran-pelajaran dikelas. Sedikit banyak saya dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan guru saya sewaktu pelajaran berlangsung. Saya rasai betul manfaatnya, meskipun itu dengan keterpaksaan membaca. Coba bayangkan jika saya membaca tanpa keterpaksaan, yakni membaca dengan penuh suka cita. Mungkin angan-angan dapat rangking satu tidak hanya menjadi mimpi.
Sekarang saya baru mengerti tentang ucapan guru-guru saya itu, ketika membaca buku karangan diluar mata pelajaran. Ternyata didunia ini banyak sekali buku-buku hebat, yang lantas membuat pikiran saya jadi sedikit terbuka, membuat saya seolah berada di tempat-tempat nun jauh yang belum pernah sekalilpun saya kunjungi, membuat saya tersulut semangat hidup, membantu bangkit dari keterpurukan, meningkatkan keberanian, serta masih banyak lagi tak mungkin saya sebutkan satu persatu, jika kawan tak percaya coba saja, silahkan! Sedikitpun saya tidak membual.
Setiap buku memberikan pengajaran dan pandangan-pandangan tersendiri. Kebanyakan buku amat menarik bagi saya, sangat sulit menentukan mana yang lebih menarik dan bagus. Sejauh yang saya tahu penulis-penulis buku itu memberikan pengajaran tersendiri pada saya. Ketika membaca buku karangan Agus Mustofa, saya seakan diajak berdiskusi mengenai makna-makna yang terkandung dalam Al-Quran dengan bernalar, memahami ayat-ayat dengan akal sehat. Sehaingga saya merasa tercerahkan dan selalu ada hal baru yang saya peroleh.
Ketika saya membaca tulisan Prof. Imam Suprayogo saya diajak mengkritisi perkara sehari-hari yang sederhana namun merupakan kefatalan moral. Pandangan professor Imam sangat tajam terhadap fenomena yang salah. Dan dari Beliaulah saya mendapat pandangan-pandangan baru yang selaras dengan pedoman hidup Islam.
Banyak sekali buku-buku hebat yang tidak mungkin saya sebutkan satu persatu disini, seperti tulisan A.S. Laksana, Seno Gumira Ajidarma, Prof Sapardi Djoko Damono, Agus Noor, Andrea Hirata, Rhenald Kasali, Tere Liye, Habiburrahman El Shirazy dan masih banyak lagi tak mungkin saya sebutkan satu persatu disini. Mereka punya karakter penulisan, dan disiplin bidang ilmunya masing-masing. Saya rasa merekalah guru yang tulus, tak berharap gaji, mau menyisihkan waktunya untuk menyampaikan apa yang mereka tahu pada dunia dengan menulis buku.

Oleh karena itu kawanku, belilah buku-buku mereka, dan dapatkan ilmu-ilmu mereka yang tak terbendung derasnya. Dan bersiaplah menerima kekayaan intelektual, kekayaan pengetahuan, kekayaan semangat, dan kekayaan-kekayaan lain yang melimpah ruah. Dan disanalah terbentang lebar jendela-jendela dunia, silahkan lihat sendiri jika tidak percaya. (13/5)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar