Yang
teringat dibenak saya yakni ucapan guru-guru saya, mereka sering berujar agar
kami, murid-muridnya gemar baca buku. Bacalah
buku Nak, maka kalian akan membuka jendela-jendela dunia, ketika itu saya
hanya manggut-manggut tak menghiraukan. Perkataan guru-guru saya itu hanya
terlintas sejenak seketika itu hilang entah kemana. Mana ada jendela-jendela
dunia didalam sebuah buku, pikir saya waktu itu.
Benar
waktu itu saya hanya bocah yang gemar bermain dari pada belajar. Saya menyebut
belajar, karena dulu persepsi saya orang membaca buku itu identik dengan orang
yang tengah belajar untuk memperbaiki nilai buruk didalam raport-nya atau lebih dari pada itu, yakni ingin memperoleh
rangking satu di dalam kelasnya. Anggapan macam itulah yang dulu membuat saya mengalokasikan waktu mambaca buku hanya
pada malam hari saja, usai sholat maghrib hingga menjelang sholat isya. Namun
jika minggu-minggu ujian sekolah tiba waktu membaca buku bisa saya perpanjang
hingga larut malam. Sampai-sampai mata saya memerah lantaran saya paksa
memelototi teori-teori membingungkan dari ilmuan-ilmuan barat itu. jika sudah
seperti ini, biasanya tulisan-tulisan yang saya baca sedikitpun tak ada yang
menempel di kepala. Ibarat menulis di atas air, seketika itu di tulis seketika
itu pula hilang tulisan kita.
Maka
dari itulah, dulu saya membaca hanya pada waktu malam saja. Membaca seolah
tuntutan bagi saya, sehingga penyakit tidak senang dengan buku atau alergi
dengan buku melekat dalam batin saya, jika buku saja tidak suka apalagi
perpustakaan. Dulu dalam mata saya perpustakaan tak ubahnya gua sunyi, pengap
nan menyeramkan. Namun sekarang amat berbeda, seratus delapan puluh derajad
perubahan itu. ketika saya berada dikampus, selalu berharap setiap harinya ada
waktu luang meskipun hanya se-jam. Tak lain hanya agar dapat berkunjung
keperpustakaan.
Mungkin
kawan bertanya-tanya mengapa bisa terjadi? Apa lantaran saya kena tulah, entah
mungkin saja, boleh jadi saya kena tulah. Maaf bukan macam itu sebenarnya. Dulu
kenapa saya teramat membenci buku-buku mungkin karena saya belum siap membaca
buku-buku berat macam buku pelajaran itu yang membuat kepala saya pening, namun
dampaknya betul saya rasakan. Coba bayangkan meskipun membaca buku-buku
pelajaran yang jujur, saya melakukannya dengan terpaksa saja, membuat saya jadi
tanggap dengan pelajaran-pelajaran dikelas. Sedikit banyak saya dapat menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan guru saya sewaktu pelajaran berlangsung.
Saya rasai betul manfaatnya, meskipun itu dengan keterpaksaan membaca. Coba
bayangkan jika saya membaca tanpa keterpaksaan, yakni membaca dengan penuh suka
cita. Mungkin angan-angan dapat rangking satu tidak hanya menjadi mimpi.
Sekarang
saya baru mengerti tentang ucapan guru-guru saya itu, ketika membaca buku
karangan diluar mata pelajaran. Ternyata didunia ini banyak sekali buku-buku
hebat, yang lantas membuat pikiran saya jadi sedikit terbuka, membuat saya
seolah berada di tempat-tempat nun jauh yang belum pernah sekalilpun saya
kunjungi, membuat saya tersulut semangat hidup, membantu bangkit dari
keterpurukan, meningkatkan keberanian, serta masih banyak lagi tak mungkin saya
sebutkan satu persatu, jika kawan tak percaya coba saja, silahkan! Sedikitpun
saya tidak membual.
Setiap
buku memberikan pengajaran dan pandangan-pandangan tersendiri. Kebanyakan buku
amat menarik bagi saya, sangat sulit menentukan mana yang lebih menarik dan
bagus. Sejauh yang saya tahu penulis-penulis buku itu memberikan pengajaran
tersendiri pada saya. Ketika membaca buku karangan Agus Mustofa, saya seakan
diajak berdiskusi mengenai makna-makna yang terkandung dalam Al-Quran dengan
bernalar, memahami ayat-ayat dengan akal sehat. Sehaingga saya merasa
tercerahkan dan selalu ada hal baru yang saya peroleh.
Ketika
saya membaca tulisan Prof. Imam Suprayogo saya diajak mengkritisi perkara
sehari-hari yang sederhana namun merupakan kefatalan moral. Pandangan professor
Imam sangat tajam terhadap fenomena yang salah. Dan dari Beliaulah saya
mendapat pandangan-pandangan baru yang selaras dengan pedoman hidup Islam.
Banyak
sekali buku-buku hebat yang tidak mungkin saya sebutkan satu persatu disini,
seperti tulisan A.S. Laksana, Seno Gumira Ajidarma, Prof Sapardi Djoko Damono,
Agus Noor, Andrea Hirata, Rhenald Kasali, Tere Liye, Habiburrahman El Shirazy dan
masih banyak lagi tak mungkin saya sebutkan satu persatu disini. Mereka punya
karakter penulisan, dan disiplin bidang ilmunya masing-masing. Saya rasa
merekalah guru yang tulus, tak berharap gaji, mau menyisihkan waktunya untuk menyampaikan
apa yang mereka tahu pada dunia dengan menulis buku.
Oleh
karena itu kawanku, belilah buku-buku mereka, dan dapatkan ilmu-ilmu mereka
yang tak terbendung derasnya. Dan bersiaplah menerima kekayaan intelektual,
kekayaan pengetahuan, kekayaan semangat, dan kekayaan-kekayaan lain yang
melimpah ruah. Dan disanalah terbentang lebar jendela-jendela dunia, silahkan
lihat sendiri jika tidak percaya. (13/5)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar