Selasa, 27 Oktober 2015

Kendaraan Super Tradisional

Kawan, Pagi itu langit cerah-cerah saja. Tak sedikitpun terlihat tanda-tanda akan turunnya hujan. Bagaimana mungkin hujan akan turun, jika matahari saja tidak pernah sembunyi dibalik mendung. Awan-gemawan berarakan tipis di antara semburat sinar mentari pagi. Burung-burung mencicit didahan-dahan yang telah mengering tak berdaun.

Jalanan beraspal sejauh mata memandang didampingi oleh lahan-lahan yang tengah mengering. Sehingga pemandangan keseluruhan adalah warna cokelat tandus. Rumput, daun, serta bekas ladang jagung pun demikian, mereka terlihat kehausan.

Kawan ini adalah kemarau. Jadi tak usah khawatir jika banyak makhluk yang merintih merindukan air.

Pemandangan serta suasana kemarau di minggu pagi itu telah lunas membuatku terkesima. Aroma anginnya, semburat mentarinya, serta kelepak burung diantara awan berarakan.

Aku tak pernah manyangka sebelumnya, akan bertemu untuk kedua kalinya dengan kendaraan super tradisional yang tak pernah dapat ketemui di sorot stasiun televisi. Iya ini untuk kedua kalinya, dulu di waktu musim penghujan aku pernah melihatnya, hanya sebatas melihat. Tapi pagi itu takdir seolah berbaik hati. Aku mendapat kesempatan untuk menaiki kendaraan super tradisional yang ditarik oleh dua ekor sapi, meskipun hanya sebatas naik dan berfoto saja.

Kata ibunya temanku, kendaraan itu bernama Cikrak, dan masih ada di bumi Lamongan, sebelah utara agak menjorok kedalam. Jika berminat marilah kita naik bersama-sama kawan!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar