Selasa, 29 November 2016

Dialog dalam Norwegian Wood, Haruki Murakami

Dalam buku Creative Writing A.S. Laksana, pada dasarnya dialog dalam sebuah cerita adalah percakapan penting yang memiliki kekuatan tertentu, atau kalimat-kalimat yang memiliki penafsiran ganda. A.S. Laksana juga mengatakan dalam bukunya bahwa sebaiknya dialog yang di tulis dalam sebuah cerita merupakan dialog yang telah mengalami pemurnian dan tak seperti dialog yang di lakukan orang-orang dalam kehidupan sehari-hari. Setelah mengetahui itu saya benar-benar menjadi gentar dan takut untuk menuliskan dialog dalam cerpen-cerpen atau novel yang saya kerjakan. Lalu sejauh ini saya lebih sering membuat narasi-narasi panjang ketimbang harus membuat adegan dengan adanya dialog didalamnya. Namun di Norwegian Wood Haruki Murakami, saya mendapat pemahaman baru tentang dialog. Pertama saya merasa dengan dialog seorang narator bisa membelokkan atau membawa cerita kemana saja yang ia mau. Semisal seperti ini, saat seorang tokoh sedang berjalan-jalan dengan tokoh lain membicarakan sesuatu yang sekiranya sulit atau tidak mau di teruskan. Salah satu dari tokoh diatas bisa mengalihkan arah pembicaraan dengan ajakan untuk membahas sesuatu yang ia usulkan. Kedua dengan adanya dialog kita bisa menjadi se subyektif mungkin untuk berpendapat tentang suatu perkara. Barangkali disinilah kita dengan leluasa bisa mendapatkan kebebasan untuk berpendapat tanpa terbentur kepentingan-kepentingan pihak tertentu, termasuk kode etik yang di buat penguasa. Mungkin ini adalah salah satu teknik menulis artikel dalam sebuah cerita. Sehingga meskipun dalam dunia fiksi kita tetap memliki tempat untuk beraspirasi atau berpendapat. Ketiga, sepertinya saya kurang sependapat dengan A.S. Laksana, menurut saya hal-hal sepele atau percakapan yang biasa kita temukan dalam kehidupan nyata bolehlah satu dua kali kita masukkan ke dalam certia yang kita buat. Karena paling tidak dengan cara semacam itu kita bisa menurunkan tensi cerita. Dan mengatur irama cerita, seperti kata Bernard Batubara, bahwa cerita yang baik adalah cerita yang seperti lagu memiliki tangga nada tidak selalu tinggi atau selalu rendah. Ada intro, reff, dan semacamnya itu. Sehingga pembaca selalu nyaman dan menikmati cerita yang kita buat. Mungkin ini adalah tantangan tersendiri buat saya dalam menulis cerita agar cerita yang saya tulis selalu menarik dan tidak membuat pembaca jenuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar