Rabu, 13 Juli 2016

Pemimpin yang Al Khidmah

Pemimpin adalah al khidmah (pelayan) bagi rakyatnya. Pasti kebanyakan dari kita tidak akan setuju dengan pernyataan tersebut. Apalagi kita yang sedang menyandang gelar sebagai seorang pemimpin. Entah itu Presiden, Gubernur, Rektor, Kepala Sekolah, Kepala desa, Ketua Ormas, dan lain-lainnya. Sepertinya tidak setuju dengan pernyataan bahwa pemimpin adalah al khidmah.

Mana mungkin ada seorang pemimpin yang mau menjadi pelayan. Kalaupun mau, Lantas apa gunanya menteri-menteri atau orang-orang yang jabatannya berada di bawah pemimpin. Apa mereka hanya duduk saja menikmati jabatannya saja. Sehingga yang bekerja hanyalah pemimpinnya. Saya mulanya beranggapan demikian ketika mendapati sebuah artikel yang mengatakan statement tersebut, sebelum tuntas membacanya.

Kemarin siang (13/7) ketika saya berkesempatan untuk mengikuti muktamar Hizbul Wathan ke-3 sebagai penggembira. Yang acara itu diadakan di Solo, saya lantas teringat akan artikel yang dulu pernah saya baca dari sebuah majalah.

Beliau adalah seorang yang sederhana. Sedikitpun tak terlihat sifat congkak apalagi pongah tertanam di guratan wajahnya. Tutur katanya pun lembut, menyejukkan, dan tak ada nada-nada yang sekiranya membuat hati terluka ketika bercakap-cakap dengan Beliau. Wajahnya pun enak dipandang. Bukan karena ketampanan wajah ataupun yang lainnya, yang mirip artis yang tampan-tampan di televisi itu. Namun lebih kerena ketampanan akhlak beliau, sehingga setiap kali memandang wajahnya hati serasa di siram air sumur di pagi hari, aku yakin kalian pun tahu betapa dinginnya air sumur dipagi hari.

Pada mulanya kita berangkat bersama rombongan menggunakan dua bus besar yang berangkat dari Lamongan ke Solo. Sehingga bisa di taksir peserta yang ikut sekitar seratusan orang lebih. Ada anak-anak usia SMP, usia SMA, Mahasiswa, dan sisanya adalah orang-orang dewasa yang sudah menikah.

Siang itu ketika seluruh kegiatan telah usai. Orang-orang yang termasuk dalam rombongan, kembali menuju busnya masing-masing dalam kondisi yang lelah dan perut lapar sebab sejak pagi belum terisi makanan. Dan ketika giliran saya sampai di bus yang saya tumpangi ketika berangkat. Hati saya terenyuh mendapati Beliau sudah berada di bus lebih dahulu, dan tengah membagi-bagikan sebungkus nasi pada setiap orang yang sudah tiba. Ditambah lagi beliau memanggil kami satu persatu tanpa lupa dangan nama kami. Itu menunjukkan kepedulian beliau terhadap orang-orang yang berada disekitarnya. Hafal setiap nama sudah merupakan bentuk perhatian orang lain terhadap kita.

Sebagaimana kita sendiri amat senang ketika nama kita dipanggil seseorang. Apalagi seseorang yang memanggil kita adalah orang-orang yang terpandang. Seolah-olah kita merasa orang itu diam-diam memperhatikan kita.

Kiranya banyak sekali pelajaran yang dapat diambil dari Beliau. Ramanda Rokhim, begitu orang-orang disekitar beliau memanggil namanya. Selalu tercipta suasana kekeluargaan yang tenteram, damai dan harmonis ketika berada didekatnya.

Itulah pemimpin yang al khidmah, pemimpin yang peduli terhadap orang disekitarnya sehingga orang-orang pun nyaman serta betah berlama-lama berada disampingnya. Begitulah contoh pemimpin yang al khidmah bukan serta merta menjadi pelayan dalam artian babu ataupun budak, kasarnya. Melainkan adalah pemimpin yang mau berkorban, mengerti, dan siap mendedikasikan dirinya untuk orang lain.

Seperti kata Kahlil Gibran, pemberian yang sesungguhnya ialah manakala engkau mampu memberikan dirimu untuk orang lain. Kurang lebih seperti itu, jika ditilik lebih dalam pernyataan Kahlil Gibran tersebut juga mengacu pada pernyataan bahwa pemimpin merupakan al khidmah.

Pemimpin yang seperti itu tak akan di rendahkan orang. Malahan ia akan mendapatkan tempat tersendiri di hati orang-orang yang ada di sekitarnya. Sekaligus mendapat tempat tersendiri di hadapan Yang Maha Menciptakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar