Minggu, 02 Agustus 2015

Novel 2

Kemiskinan dan air mata adalah sahabat terdekat saya. Hidup dengan kemiskinan amat pedih. Lantas bagaimana menyikapi kemiskinan dengan cara yang cantik, sehingga yang ada hanya air mata keikhlasan.

Pendidikan adalah hal yang teramat penting yang mesti kutaklukkan, meski berkali aral melintang.

Yang ketiga adalah cinta. Bagiku cinta itu kehidupan. Aku adalah orang yang mengais-ngais cinta, mencoba memahami keabstrakannya pula.

Jawaban

Bahwa Tuhan bukanlah tidak adil. Malahan Tuhan amat sayang dengan kita. Karena menempatkan kita ditempat yang sangat sulit bagi orang lain. Alasanya hanya satu, kita lebih mampu menghadapi kesulitan yang tidak dapat di taklukan orang lain.

Andaikata aku tak sekolah. Pastinya aku sudah jadi buruh tani. Yang mengais-ngais hidup di antara tanah yang tandus, yang amat pedih menelurkan secerca rejeki untuk makan. Dan kutemukan kesimpulan baru bahwa pendidikan bukanlah untuk mencari makan saja. Esensinya jauh dari itu semua. Lebih menuju pada ibadah untuk Tuhan. Nanti akan kujelaskan detilnya.

Cinta, aku adalah orang yang meraba-raba cinta. Bagaimana orang miskin seperti ku mengartikan cinta?
-----------------------------
Jalan cerita.

Dalam pertengahan cerita. Tokoh aku mengalami keputusasaan yang amat memiukan. Hingga membuatnya ingin membuang jauh-jauh impiannya.

Kemudian Ia amat menyalah-nyalahkan Tuhan. Atas segala pemberianNya. Mengapa Ia dilahirkan dalam keterbatasan yang sungguh keterlaluan. Rasanya semua itu tidak adil bagi tokoh Aku.

Tapi dengan segala pemahaman yang sulit dijelaskan dengan kata-kata ( PR riset). Akhirnya tokoh Aku seperti dilahirkan kembali. Dengan semangat baru. Menatap hidup dari kaca mata sebuah kesyukuran atas segala pemberianNya.

Selanjutnya adalah kehendakmu sebagai penulis yang melukis kisah ini.

*Fatah Anshori

Tidak ada komentar:

Posting Komentar