Kamis, 15 September 2016

Budi Darma: Tukang Cukur

Nama Budi Darma saya ketahui dari Andrea Hirata. Sekalipun saya belum pernah membaca buku beliau. Tapi paling tidak nama buku-bukunya yang sering dibicarakan yakni 'Orang-orang Bloomington' dan 'Olenka' sudah sempat saya dengar. Paling tidak kelak saya ingin membaca buku-buku beliau, tentunya jika umur dan uang di dompet mencukupi, hehe ...

Baiklah disini saya ingin mengulas cerpen Budi Darma yang pada minggu, 11 September 2015 di muat dalam koran Kompas dengan judul 'Tukang Cukur'. Selama ini Saya membaca Budi Darma hanya melalui cerpen-cerpennya yang dimuat dalam koran Kompas tiap hari minggu, kalau tidak salah saya baru membaca cerpen Budi Darma sebanyak dua kali. Cerpen sebelumnya yang sempat saya baca berjudul 'Presiden Jebule' jika itu tidak salah, sebab kepala saya kadang-kadang suka lupa-lupa ingat.

Baiklah kita kembali ke tujuan utama tulisan ini. 'Tukang Cukur'cerpen Budi Darma ini dibuka dengan kebiasaan seorang anak laki-laki yang tiap harinya berangkat sekolah dengan berjalan kaki selama 14 kilometer pulang pergi. Mulanya saya mengira cerpen ini akan menceritakan sebuah perjuangan seorang anak untuk bersekolah. Tapi setelah disebutkan anak itu berangkat sekolah tanpa alas kaki, kawan-kawannya juga sama, bahkan guru-gurunya pun sama, berangkat sekolah tanpa alas kaki. Membuat kepala saya terganggu, apa maksudnya ini? Ternyata setelah selesai membaca keseluruhannya saya baru tahu, begitulah cara Budi Darma dalam membuat setting pada zaman dahulu. Menurut saya ini super jenius.

Kemudian kisah ini dibuat mengalir serupa sungai, dan saya mulai menemui kejanggalan ketika tokoh Gito bersinggungan dengan seorang kakek (saya lupa namanya, maaf ya) yang mengaku melihat tukang cukur yang tiba-tiba muncul di bawah pohon beberapa hari yang lalu. Ia bertanya pada Gito apakah pernah melihat tukang cukur itu. Katanya tukang cukur itu telah membuat luka dikepalanya. Sampai disini cerita ini saya rasa agak ganjil, dan tidak menunjukkan adanya kesinambungan yang bagus antara bagian ini dengan bagian awal, barangkali ini adalah pembuka dari konflik yang akan terjadi. Dan dugaan itu ternyata tidak dalaj

Kemudian pada suatu hari disekolah Gito kedatangan Guru besar bernama Dasikun, selurah siswa bahkan Guru sekolah itu diwajibkan mengikuti perkuliahan yang Dasikun berikan. Lantas ia berbicara banyak mengenai Rusia, katanya Rusia adalah negara terbaik, apa-apa sudah di atur disana, tata letak kota juga kebersihan. Bahkan katanya di Rusia tidak ada kuda yang berak sembarangan seperti di luar kelas.

Setelah membaca keseluruhan saya takjub cara Budi Darma dalam membuat cerpen. Saya rasa cerpennya sangat padat muatan. Didalam cerpen ini misalnya. Budi Darma memasukkan isu-isu tentang pembantaian yang dilakukan PKI terhadap warga di Kudus. Kemudian bagaimana pasukan Siliwangi memberantas PKI tersebut dengan tidak sopan. Mungkin cerpen yang bagus memang serupa ini. Selalu ada muatan didalamnya entah itu tentang sejarah, renungan, budaya, dan semacamnya. Budi Darma memberikan cerpennya banyak muatan, namun tidak meninggalkan gaya menulisnya yang asik dan terkadang membuat saya tertawa.

Dari sini saya mengerti bahwa menulis serupa Budi Darma membutuhkan waktu untuk banyak berlatih dan banyak membaca, juga belajar tentunya. Mari belajar ya kawan. Semoga kita bisa Istiqomah dalam belajar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar