Jumat, 24 Juni 2016

Berpegang Pada Prinsip Kebajikan

Jangan berusaha membuat semua orang menyukaimu, tapi berusahalah untuk menjadi orang baik. Itu saja sudah cukup.

Awalnya saya memang seperti itu, inginya apapun yang saya kerjakan semua orang menyukainya. Entah itu kinerja saya, sikap saya, atau pun pendapat saya. Saya selalu berusaha agar setiap orang, tidak ada yang membenci apa yang saya kerjakan.

Sehingga yang terjadi saya selalu berbuat apa yang kiranya membuat orang disekitar saya senang. Meskipun terkadang saya sendiri kurang suka. Namun kebiasaan ini terus saya lakukan hingga pada akhirnya saya sadar, bahwa ini hanyalah pekerjaan yang percuma.

Ketika itu di kampus saya sedang terjadi perhelatan akbar untuk memperingati hari ulang tahun kampus yang ke sepuluh. Kebetulan waktu itu saya termasuk dalam panitia penyelenggara. Acara tersebut berlangsung selama dua minggu. Selama dua minggu itu berbagai acara telah kami, panitia susun sedemikian rupa. Sesuai rencana. Selama dua minggu berlangsung, berbagai perlombaan antar kelas di selanggarakan sesuai jadwal.

Dan ketika acara berlangsung, pada salah satu perlombaan terjadi kejadian yang tak pernah saya duga sebelumnya. Yakni adanya ketidaksepahaman antara kelas saya dan tim panitia. Tentu saja teman dari panitia ataupun kelas. Menunjuk saya sebagai mediator ketidaksepahaman atau lebih tepatnya 'masalah' tersebut.  Kejadian itu kurang lebih hanya masalah sepele, itu menurut saya namun tidak bagi mereka yang tengah berseteru.

Alhasil pada suatu malam saya di adili oleh banyak teman. Mereka mengungkit-ungkit tentang kebijakan panitia dalam menjalankan peraturan hasil Technical Meeting. Kenapa tidak sesuai dengan kenyataan. Saya sendiri tidak tahu jelasnya sementara dalam beberapa hari itu antara pihak Panitia dan kelas selalu mengeluhkan kejadian itu pada saya. Namun yang saya tangkap, apa yang dikeluhkan panitia dan teman sekelas benar-benar berbeda.
Sehingga saya benar-benar bingung mana yang benar dan mana yang salah antara kelas saya dan pihak panitia. Tidak mungkin saya membela sepihak karena saya berada dalam posisi kedua-duanya. Maka pada malam itu pula saya memberikan pendapat yang saya kira sudah seobyektif mungkin. Namun mereka tetap tidak bisa menerima.

"Bagaimana pun mereka harus meminta maaf pada kita!", Bentak salah seorang teman pada saya.

Kemudian ketika saya mencoba memberi penjelasan, dengan mengambil contoh teladan Nabi Muhammad yang mudah memaafkan. Mereka tetap tidak bisa menerima.

"Itu Nabi Muhammad, bukan kita!", Bentaknya lagi. Saya hanya bisa mengelus dada.

Dan yang paling tidak bisa saya terima ketika salah seorang teman berucap pada saya, Kelas kita itu sudah enak di ajak baik ya oke, di ajak jelek ya oke.

Maka ketika itu saya sadar, sampai kapanpun kita tidak akan bisa membuat semua orang menyukai kita atau sependapat dengan kita, meskipun kita sendiri mengira bahwa apa yang kita lakukan sudah baik. Namun yang terpenting adalah berusaha untuk selalu menjadi baik sesuai pedoman yang telah diajarkan dalam Al-Quran.

Jika seperti itu kita akan menjadi orang yang teguh, kuat pendirian karena berpegang pada prinsip. Dan menjadi orang yang mengerti sekaligus faham. sehingga kita menjadi orang yang mempunyai dasar, ibarat rumah kita telah mempunyai fondasi, sehingga kita mamapu berdiri kokoh.

Tidak seperti apa yang diucapkan teman saya yang terakhir, jika seperi itu sama halnya kita dengan orang plin-plan. Mudah di jerumuskan lingkungan. Dan tak punyai ketegasan dalam mengambil keputusan.

Jadi, cukup untuk selalu berbuat berdasar prinsip kebajikan. Tidak peduli banyak orang yang membenci. Bukankah rasul-rasul Allah juga seperti itu dulu, banyak di benci kaumnya karena menyampaikan kebenaran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar