Kamis, 02 Juli 2015

Ramadhan (15): Sabari dan Marlena

Awalnya Sabari adalah anak kecil kampung yang amat dekil. Setiap hari akrab dengan sawah, kali, juga hutan. Tak heran jika kulitnya gelap macam mati lampu. Juga bajunya yang compang camping penuh bercak noda getah pohon pisang. Bisa dikatakan perawakannya jauh dari dambaan kaum hawa. Oleh karena itu, baginya cinta adalah sebuah benda asing ditelinganya. Tabu, dan sungguh abstrak baginya.

Tapi semuanya berubah ketika ujian masuk SMA berlangsung. Isaac Newton nya mata pelajaran Bahasa Indonesia adalah Sabari seorang. Hobinya adalah mengarang puisi. Ayahnya pun seorang guru bahasa Indonesia. Maka tak heran jika Sabari mendapat nilai 9,5 disetiap nilai ulangan Bahasa Indonesia. Ketika waktu ujian hampir selesai, lembar jawabanya di rampas oleh seorang gadis berlesung pipi nan cantik bernama Marlena. Ketika itulah cinta menghampiri Sabari.

Marlena telah mengacak-acak hati sabari. Siang dan malam yang ada dipikiran Sabari hanya Marlena seorang. Kebiasaan Sabari pun berubah 180 derajad seketika itu. Ia mulai merawat diri. Merapikan baju, yang biasanya amburadul kini dimasukkan celana, macam pegawai kantor. Rambut disisir belah samping. Ia juga enggan bermain di lumpur.

Tapi alangkah malangnya, seperti dikebanyakan sinetron. Cinta Sabari bertepuk sebelah tangan. Marlena sedikitpun tak hirau akan Sabari. Tapi Sabari tetap berusaha mendapatkan cintanya. Semua usaha dilakukannya, yang tak lain hanya untuk mendapatkan perhatian Marlena. Mulai dari menjadi ketua kelas, menjadi atlet lari lantaran Marlena suka berolah raga. Ikut anggota grup band tapi jadi seksi gulung kabel, lantaran Marlena suka dengan anak band. Dan banyak kegilaan-kegilaan yang telah dilakukan Sabari untuk mendapatkan cinta Marlena, gadis yang cantik tapi berpendirian macam pemberontak.

Selama sebelas tahun cinta Sabari akan Marlena tak pernah luntur. Usaha-usaha gila telah dilakukannya. Mungkin cintanya ibarat pungguk merindukan bulan, begitulah kiranya jika boleh dianalogikan cintanya. Cemoohan dari warga kampung pun tak henti-hentinya menampar mukanya. Tapi Sabari adalah pejuang cinta yang sejati. Romeo dari kampung Belantik. Ia yakin suatau nanti akan mendapatkan Cinta Marlena.

Kiranya seperti itulah hidup. Tak jarang kita menginginkan sesuatu yang mustahil dan pernah ditertawakan orang dalam meraih nya. Tapi karena keyakinan dan tekad yang kuat, kita mampu menghadapi semua aral yang melintang. Tentunya dengan usaha-usaha yang tak terperi sulitnya. Mungkin suatu nanti Tuhan mengabulkan apa yang kita usahakan. Macam Sabari yang mengejar cintanya. Itulah secuil dari kisah dalam novel "Ayah" karya Bang Andrea Hirata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar