Minggu, 06 September 2015

Cinta Ke Duaku

Kawan, bagiku waktu terbaik dalam hidupku saat ini adalah waktu dimana aku bisa bebas bercengkrama dengan buku-buku sastra di perpustakaan kampusku yang jumlahnya tak lebih dari hitungan jari. Sempat aku kecewa akan kemiskinan jumlah buku sastra di perpustakaan kampus itu lantaran semuanya sudah lunas kubaca. Bahkan ada beberapa buku yang sempat ku baca ulang. Itu adalah bentuk kecintaanku terhadap buku itu.

Pada suatu ketika, saat titik kejenuhan sudah hampir mencapai batas kekecewaan. Ku tengok sebuah rak didekat meja register. Dan disitulah kebahagian yang berpendar-pendar telah kutemukan. Jika digambarkan kebahagianku bak kebahagian orang tua yang telah menemukan anaknya yang sempat hilang untuk jangka waktu yang cukup panjang. Di rak buku itu aku seolah menemukan cinta ke duaku tengah menungguku dengan penuh kerinduan yang kadarnya mungkin sama dengan kerinduanku. Maka kami seolah mirip dengan frekuensi radio, hanya bisa tersambung ketika frekuensi kami sehati.

Di rak itulah kutemukan majalah-majalah yang amat memikat hati dari sampul hingga isinya. Pertama kali kubuka sampulnya, Ia seolah menggodaku untuk selalu bercengkrama dengannya. Ia juga menawarkan berbagai keindahan ilmu pengetahuan. Yang syarat akan kemanfaatan. Maka butuh banyak waktu, Aku telah terpikat akan satu hal yang namanya majalah. Setiap kali Aku masuk perpustakaan, selalu aku sempatkan untuk menilik dan mengambil salah satu majalah untuk kubaca sebagai selingan membaca buku-buku medis yang tebalnya minta ampun itu.

Seringkali kubayangkan tulisanku bisa dimuat di majalah itu, dan dapat di baca oleh khalayak. Maka alangkah senangnya hati ini. Oleh karena itu Aku sering mengirimkan tulisan-tulisanku ke redaksi majalah itu. Dan senantiasa berharap tulisanku akan di muat dengan gagah di majalah itu. Serta namaku akan terpampang dengan huruf bergaya miring tepat di bawah judul tulisanku. Tapi naas puluhan tulisan yang telah kukirim melalui e-mail tak juga di muat di edisi-edisi berikutnya. Bahkan hanyabsekedar balasan pemberithuan atas penolakan tulisanku pun tak ada. Tapi Aku sadar betul mungkin tulisan ku kurang bagus tak sesuai kriteria redaksi. Tapi cintaku akan majalah tersebut tak pernah pudar meskipun hanya secuil saja. Malahan bisa dibilang cintaku makin bertumpuk-tumpuk padanya.

***

Beberapa hari yang lalu surat undangan datang melalui emailku. Dan di undangan itu tertera namaku dan asal kampusku. Awalnya aku masih bimbang, apakah bisa atau tidak menghadiri undangan tersebut. Pasalnya ada agenda yang amat penting dan bertepatan dengan acara yang tertera dalam undangan tersebut.

Tapi akhirnya setelah mendapat persetujuan pihak kampus, akhirnya berangkat juga Aku ke kota dimana gudek populer disana. Pagi-pagi betul aku sudah bersiap dengan segala perlengkapan yang aku butuhkan. Di ufuk timur matahari belum kelihatan batang hidungnya. Sehingga jalanan masih agak gelap. Motor, mobil, serta kendaraan lain masih menyala lampunya ketika tengah melintasi jalan raya. Hawa dingin di pagi buta seakan menancapkan taringnya di sekujur tubuhku.

Perjalanan dari Lamongan ke Yogyakarta itu berlangsung kurang lebih selama sembilan jam. Perkiraannya hanya delapan jam sudah sampai. Semua itu lantaran kelakuan sopir bus yang tak tahu sopan santun, di tengah perjalanan Ia melanggar lalu lintas yang jelas-jelas Ia tahu. Tapi mungkin tabiat seorang sopir bus adalah macam demikian, penuh pemberontakan, sekehendak hatinya sendiri, serta amat tak peduli dengan aturan. Maka beginilah jadinya. Kami, aku dan penumpang lainnya harus menunggu prosesi penilangan sopir bus di kantor polisi itu. Pengalaman naik bus selama sembilan jam itu, sempat membuatku ketar-ketir lantaran sopir bus yang penuh nyali. Lebih dari dua kali bus yang kutumpangi hampir berciuman dengan truk-truk bermuka garang itu.

Tepat jam setengah lima sore kami sampai di tujuan. Ternyata acara telah dimulai beberapa menit yang lalu. Rapat itu mulanya berjalan panas, sebelum kedatangan kami. Setelah kami meminta izin, permisi memasuki ruangan rapat itu. Semuanya sempat membeku beberapa saat. Kami telah menarik perhatian puluhan orang yang telah berserius ria. Alias telah memporak-porandakan ketegangan untuk sementara waktu. Oleh karena itu aku sedikit gentar memasuki ruangan tersebut. Tapi kegentaranku seketika luruh, setelah mereka tersenyum mempersilahkan kami duduk.

Kemudian rapat berjalan dengan khidmat selama hampir lima jam lamanya. Dan alhamdulillah semu permasalahan telah menemui titik temunya. Kami telah bermufakat atas hasil yang telah didapat. Tepat pukul sepuluh kurang beberapa menit rapat telah usai. Sempat beberapa menit kita saling berbasa-basi dengan peserta lainnya. Hanya sekedar untuk bertukar pengalaman.

Lantas kami segera berjalan menuju jalan raya untuk mencari taxi. Diperjalanan aku sempat di tertawakan oleh kedua temanku lantaran pengakuanku, yang baru pertama kalinya Aku berkunjung ke jogja. Tapi Aku tak terlalu mengambil hati atas pelecehan kedua temanku itu.

Hingar-bingar malam di jogja amat jauh berbeda dangan suasana malam di kota ku. Jalanan masih agak ramai dipenuhi motor-motor yang berkeliaran kesana kemari. Di bibir jalan beberapa remaja tengah santai mengayuh sepeda. Lantunan musik jawa atau keroncong mengalun lirih bersama petikan ukulele. Remaja-remaja tengah bersuka cita di pnggir-pinggir jalan. Di trotoar yang terlihat membisu.

Mataku dari tadi tak kunjung berhenti lirik sana lirik sini. Pandanganku menyisir seantero yang dapat kulihat. Dua orang didepanku berjalan dengan langkah pasti. Seolah mereka sudah tidak terpesona lagi akan indah nya malam di kota gudeg itu.

Tiba-tiba disalah satu sudut di kanan jalan. Mataku terbelalak tidak percaya. Aku mengucek-ngucek mata, memastikan bahwa ini bukanlah mimpi. Bahwa yang kulihat di depan sana adalah tempat cinta keduaku di lahirkan. Di sana adalah pusat dimana cinta-cintaku berpendar. Di atas toko itu sebuah tulisan balok memancarkan cahaya merah. Yang terbaca: SUARA MUHAMMADIYAH. Dua orang sahabatku memberitahukan bahwa itulah pusat atau kantor induk majalah di produksi.

Maka dengan kegembiraan yang meluap-luap. Dan mata yang berbinar-binar lantaran sedikit harapanku telah terpenuhi. Lantas kusuruh salah satu kawanku mengabadikan momen itu dengan berfoto di depan kantor utama majalah yang sering di singkat SM itu.

Tapi aku sedikit kecewa lantaran kantor itu telah tutup karena sudah larut. Tapi biarlah dengan sekuat tenaga aku mengikhlaskannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar