Jumat, 26 Juni 2015

Ramadhan (9): Tak Seperti Kelihatannya

Ternyata di dunia ini semua yang kelihatannya baik nan lugu tak sebaik dan tak selugu kelihatannya. Ibarat dua kepribadian yang saling berbanding terbalik. Saling bersingkuran, dan penuh tipu muslihat. Hati-hati kawan.

Memang pada dasarnya sejak kecil seekor kucing adalah hewan yang selalu punya tempat tersendiri dalam hatiku setelah orang-orang terkasih. Bisa dibilang tempat itu agak istimewa. Aku tak tahan ingin membelai bulunya apabila menemui kucing. Dimanapun dan apapun jenisnya Aku tak hirau.

Entah kenapa makhluk berkaki empat, bertubuh mungil, bermata lebar nan berkilat-kilat bila tersorot lampu, itu sangat menarik di mataku. Perangainya lugu sekali. Diberi makan kepala ikan asin pun tak berontak, berkomentar, apalagi menolak. Tak banyak cing-cong makhluk satu itu langsung melahapnya meskipun kepala ikan asin itu posisinya berada tepat di atas tanah tanpa alas, apalagi sendok dan piring. Tak repot bukan!

Tapi entah mengapa akhir-akhir ini perangainya sudah seperti penjilat saja. Atau penyuap. Macam para pelaku-pelaku politik kebanyakan. Malam tadi Ibuku muntab untuk kesekian kalinya. Akibat kelaukan Cemong- nama kucingku yang dalam penamaannya berdasarkan asas sesuka hati- yang berubah drastis, yang awalnya nurut-nurut saja macam santri pondokan. Kini tabiatnya berubah macam bergajul yang tak tahu sopan santun. Yang sering mangkal di warung kopi.

"Sudah kubilangkan, tak ada faedahnya pelihara kucing. Makhluk tak tahu diuntung, tak bisa memberi penghasilan malah mengurangi jatah makan, kencing dan berak sembarangan pula. Kerjanya cuma malas-malasan. Perut kenyang pergi tidur. Nasi matang tak diundang pun datang. Kini ludes sudah anak ayam digondol kucing bergajulmu itu!", Ibuku muntab, ngomel-ngomel sesuka mulutnya. Sudah seperti seorang guru yang memarahi muridnya habis-habisan lantaran tak bikin PR.

Aku tak bisa berkata apapun untuk membela kucingku. Aku sendiri pun terheran sekarang tak hanya manusia yang bertabiat menyimpang. Bahkan kucing yang akrab dengan makan tikus, kini bergeser jadi makan anak ayam. Kasihan Musang dapat saingan baru. Entah apa penyebabnya, memang sudah lama tikus minggat tak melihatan ujung ekornya. Sebentar lagi perombakan besar-besaran akan terjadi pada mata kuliah biologi. Populasi ayam dalam jaring-jaring makanan akan di buru oleh dua bergajul, macam musang dan kucing. Populasi tikus lenyap entah kemana. Dan yang berada dipuncak jelas ibuku karena dialah satu-satunya penentu siapa yang berhak tinggal di rumah.

Pecah sudah suasana malam yang seharusnya damai beralunan lantunan ayat-ayat suci. Aku kena damprat akibat sering membela bergajul lugu itu. Kini empat ekor anak Ayam ludes di lalap bergajul lugu peliharaanmu ujara ibuku padaku. Sudah tidak bisa di ampuni. Mau tidak mau Cemong harus angkat koper meninggalkan rumah.

Apakah nasib bergajul selalu berakhir riskan seperti itu. Tak sedap dipandang. Juga tak pantas untuk dibela?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar