Senin, 18 Mei 2015

Mencederai Hati

Mereka tertawa lepas bagai anak burung yang baru saja kabur dari sarangnya lantaran melihat ulat meggeliat di tepi daun. Sudah jelas-jelas mereka mencederai hati. Mencaci kawannya sendiri. Menghinanya setengah mati. Kemudian mengakhirinya dengan ekspresi wajah merendahkan.

Tega sekali bukan? Bukan karena menumpahkan kopinya. Bukan karena salah minum kopinya. Juga bukan karena muludahi kopinya. Dari tadi Ia hanya diam saja duduk di atas batu bata menikmati film di teleponnya. Lantas kawannya balas mencaci, sebab Ia cengar cengir tak jelas serupa penderita gangguan jiwa.

Lantas mereka sangat tega jika hanya untuk mencaci kecacatan tubuh. Seperti inilah manusia. Terkadang kita tidak berpikir, ciptaan siapa yang telah kita hina. Kita tertawakan. Seolah kita mampu membuat lebih baik dari pada bentuk kecacatan rersebut. Nyatanya bagaimana? Apalagi lebih baik, secuil saja saya yakin tak mampu.

Hati-hati kawan, mulut adalah lubang yang terlau berbahaya. Utamanya bagi para pemiliknya sendiri. Lubang fitnah, lubang dusta, juga lubang malapetaka. Hati-hati kawan! Terkadang jargon, mulutmu harimaumu. Berkata benar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar