Kamis, 28 Mei 2015

Penilaian

Persepsi banyak orang tentang kecerdasan selalu disangkut pautkan dengan angka. Merasa bangga bila menuai hasil cumlaude. Angka-angka manis tertera di tiap tabel mata perkuliahan. Tak satupun bertengger angka sial yang ditulis dengan tinta merah disana. Di rapor perkuliahan. Tapi yang perlu ditanyakan adalah cara memperolehnya.

Boleh saja berbangga. Siapa yang melarang? Tidak ada. Tapi berbangga atas hasil yang diperoleh dengan cara kurang terpuji itu ibarat seorang pengecut. Pengecut kelas kakap boi! Tak tahu malu, pun tak tahu diuntung. Tengok saja ketika musim ujian melanda. Puluhan siswa, mungkin bisa lebih sedikit urusan jumlahnya. Mereka seolah sedang menghadapi perhelatan besar. Yang mana menuntut hasil baik. Masa bodoh halal atau haram. Dua hukum itu menjadi samar. Mereka menerobos garis pembatas, membuat catatan-catatan kecil yang tak terperikan. Lantaran ingin mendapat nilai baik. Tak jujur pun tak mengapa. Inilah kawan bibit-bibit unggul yang kelak jadi benalu birokrasi. Alias koruptor.

Itu hanya secuil contoh kecil kecurangan-kecurangan yang sering terjadi di sekitar kita. Jika ditanya alasanya, mengapa bertindak demikian. Menyontek pas ulangan? Anak SD kemungkinan menjawab: saya takut dikatai bodoh sama temen-temen pak jika banyak angka merah dirapor nanti! Kenapa harus takut nak, Jangan takut!

Inilah kawan, penilaian. Iya penilaian orang lain terhadap kita. Kita takut dikatai bodoh lantaran rapor berwarna merah. Kita tak mau terlihat buruk dihadapan orang lain. Seringkali kita disesakkan oleh penilaian orang lain. Sehingga untuk mendapat penilaian baik jalan apapun diterjang. Termasuk mencontek hanya karena ingin dikatai cerdas.

Tak usah merisaukan nilai, atau penilaian orang lain. Cukup melakukan yang terbaik, jujur dalam berproses, dan barulah boleh bangga jika seperti ini kejadiannya. Meskipun hasil tak begitu memuaskan. Biarkan orang menilai, toh nilai atau angka-angka tak selalu berhasil menjadi tolak ukur suatu kecerdasan. Tak selalu mampu mendiskripsikan segalanya. Tengok saja kejujuran. Angka apa yang cocok untuk mendiskripsikannya. Ada? Jadi tak usah risau akan penilaian. Yang terpenting cukup melakukan yang terbaik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar