Selasa, 12 Mei 2015

Sirna Seiring Waktu

Pagi tadi sewaktu berangkat menuju kampus. Seperti biasanya, Aku sempatkan terlebih dahulu berhenti di POM untuk isi bensin. Setibanya disana antrian mengekor di depanku. Kira-kira jika di beri nomor antrian. Aku mendapat nomor urut ke 5.

Sambil menunggu antrian yang bisa dibilang cukup lama. Ada saja yang kulakukan. Seperti melihat-lihat sekitar, ke Jalan raya yang tidak begitu padat. Melamun sejenak, atau mengecek pukul berapa sekarang, dengan perasaan cemas takut terlambat.

Antrian semakin memendek. Itu artinya sebentar lagi tiba giliran motor yang kunaiki ini mendapat kucuran bensin. Aku bergegas mengeluarkan uang dari dompet. Menyiapkan uang 10 ribu.

Suara raung motor sesekali terdengar dari belakang. Antrian semakin memanjang dibelakangku. Puluhan motor membentuk barisan acak menderu-deru tidak sabaran. Memang pagi dan sore hari selalu menjadi puncak aktivitas. Serasa detik secepat kedipan mata, menit secepat detik, jam secepat menit, begitulah seterusnya.

Tinggal satu orang lagi. Setelah itu tiba giliranku. Tapi inilah puncak dari pelajaran pagi tadi. Ketika kutajamkan pandanganku kedepan. Seorang bapak tua sedang berdiri disamping motor bututnya. Sama sepertiku ia juga pembeli bensin. Bajunya compang-camping. Memakai sarung, ikatannya berada jauh diatas perut. Kancing bajunya juga tidak semua masuk lubang. Kira-kira hanya tiga dari tujuh kancing yang sesuai pada twmpatnya.

Wajah nya keriput penuh lekukan-lekukan lemak disana sini. Iramanya pasrah, seolah ia telah lelah dengan hal yang berbau dunia, kumis serta jenggot putih menguncup di sekitar mulutnya. Mulutnya melongo dari situ terlihat gigi ompongnya. Ah kasihan sekali bapak tua ini. Motornya pun butut. Jika dikategorikan dalam strata kasta budha. Orang tua ini tak akan menempati salah satunya. Dia terlalu miris.

Kira-kira seperti inilah wujud tua kita nanti. Rentan. Rentan terserang penyakit. Juga rentan mengidap penyakit. Kekuatan pun menurun bahkan kekuatan untuk menutup mulut sendiri bisa saja tak mampu. Daya ingat sudah pasti sangat menurun. Jangankan ingat mengurus istri, diri sendiri saja kadang lupa tidak dinurus. Compang-camping tak keruan.

Lantas pantaskah kita untuk berlaku sombong. Karena memiliki segala kelebihan yang di genggam sekarang. Ketampanan atau kecantikan akan luruh seiring berjalannya waktu. Harta akan sirna meskipun kau pendam. Coba saja jika tidak percaya. Bahkan belum tentu besok adalah milik kita. Jangankan besok lima menit yang akan datang, belum tentu kita bisa menghirup udara.

Semuanya akan sirna termakan waktu. Jadi cukup melakukan yang terbaik dalam kebajikan. Singkirkan sombong. Dan senantiasa berdzikir (mengingat) Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar